Ayo Jadi Agen Pulsa HP Termurah


<$

$>

Pertanian Organik : Teknologi Lokal.

Nyaris tidak seorang petani pun bisa lepas dari penggunaan pupuk dan pestisida kimia dalam bercocok tanam. Pemakaian pupuk dan obat kimia kian boros dan merajalela bila terjadi serangan hama dan penyakit terhadap tanaman mereka.

Padahal, dalam banyak kajian, penggunaan bahan anorganik itu menjadikan tanah rusak, miskin unsur hara, dan mutu produksi menurun karena tanah dipaksa berproduksi maksimal. Kajian lain bahkan menyebut, penyakit kanker, misalnya, antara lain disebabkan bahan kimia yang melekat pada komoditas bahan pangan dan sayuran saat proses produksi, kemudian dikonsumsi manusia.

Ketergantungan pada teknologi anorganik itu bertolak belakang dengan cara bertani para petani di masa lalu. Pada era sebelum tahun 1970-an, para petani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, umumnya amat akrab dengan alam dalam aktivitas bercocok tanam.

Untuk memulihkan kondisi tanah setelah digunakan sekali musim tanam, tanah diberi pupuk dengan tanaman gerompong (bahasa lokal)—biasanya ditanam di pematang sawah—ditambah jerami dan kotoran ternak. Bahan alami itu dicampur dan disebar merata di lokasi tanah garapan, sampai kemudian “disatukan” saat tanah dibajak.

“Daun srikaya besar yang dicampur daun tembakau, kemudian direndam selama semalam, bisa dijadikan pestisida untuk menghalau hama wereng,” ujar Mulyadi Fajar, petani Dusun Dasan Pae, Desa Jerowaru, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, tentang kearifan lokal nenek moyang mereka.

“Daun tembakau dipakai untuk melepas cengkeraman lintah yang menempel di bagian kaki. Caranya, siram saja pakai air tembakau,” ungkap Saparudin, warga Dusun Mapak Dasan, Desa Kuranji, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat.

“Dulu tiap malam ayah kami membakar daun legundi yang ternyata asapnya untuk mengusir nyamuk,” kata lelaki lulusan SMP yang memproduksi pestisida alami yang disebutnya Superbio dan kini digunakan petani di kecamatan itu.

Kearifan-kearifan dan “teknologi” lokal itu kini dirajut kembali oleh petani di sejumlah desa di Pulau Lombok. Mereka menggunakan kotoran sapi dan kerbau sebagai pupuk bagi tanah selama setahun, ditambah pupuk organik yang berfungsi sebagai nutrisi bagi tanaman, juga menetralisir pupuk kimia yang masih digunakan meski porsinya relatif kecil.

Menurut Eko SB Harianto dari Yayasan Satia Dharma Mataram, tercatat 30-40 hektar lahan yang diuji coba maupun yang sudah menghasilkan produk komoditas pertanian organik, seperti padi hibrida, padi varietas lokal, kedelai, kacang panjang, dan sayuran lainnya.

Petani Dasan Pae sudah merasakan manfaat bertani dengan sistem akrab alam itu.

Menurut Mulyadi, tercatat 2.750 hektar sawah milik 55 petani di dusun itu pada tahun 2005. Tiap petani memiliki 50 are. Lahan itu—setelah dibajak—diberi pupuk kotoran sapi 1,5 kuintal-2 kuintal per 50 are, kemudian 75 kg pupuk urea dan 1 kg pupuk organik.

Pada musim tanah berikutnya, kotoran ternak dikurangi kebutuhan, dan tidak memakai pupuk kimia. “Saya masih pakai pupuk kimia, tapi porsinya kecil karena waswas saja, jangan-jangan tanaman tidak tumbuh baik,” kata Mulyadi.

Hal senada dikatakan Rena Mendurihanti, pendamping kelompok tani Dusun Penangsa, Desa Sengkerang, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah. Tanah juga ibarat manusia yang kecanduan narkoba dan perlu waktu untuk meminimalisasi ketergantungan itu.

Dari hasil uji coba tadi, ucap Mulyadi, terjadi kenaikan produksi padi hibrida (IR 64, Ciherang) dari 3 ton-3,5 ton naik menjadi 4,5 ton per hektar. Jumlah itu dinilai signifikan, mengingat Dusun Pae dan Dusun Penangsa berada di wilayah selatan Pulau Lombok.

Daerah ini dianggap kritis, dengan hari hujan pendek (90 hari setahun) dan tanah sawah merekah akibat dibakar terik matahari.

Kenaikan produksi terlihat pada kedelai yang ditanam setelah panen padi. Dari 100 batang kedelai yang ditanam pada tiap pematang, seluruh batang tanamannya berbuah lebat. Sekali petik saat panenan, nilai jual kedelai petani bisa mencapai Rp 40.000-Rp 50.000 sehari. Berbeda dengan ketika menggunakan pupuk kimia, hanya bagian tengah dan atas batang kedelai yang berbuah, bagian bawahnya hampa buah.

“Dulunya, panen kedelai hanya cukup untuk sayur. Namun setahun terakhir, selain dimakan sendiri, juga bisa dijual,” ucap Mulyadi.

Peningkatan hasil terlihat juga dari tanaman kacang panjang yang juga ditanam pada pematang sawah. Sekali panen kacang panjang yang dijual Rp 500-Rp 1.000 per ikat (berisi 10 batang), hasil penjualannya Rp 60.000. Panen kedelai berjalan tiap hari selama 40 hari.

Sedangkan harga beras (IR 64) yang menggunakan pupuk organik dijual Rp 4.500-Rp 5.000 per kg atau lebih tinggi dari harga beras varietas sama yang menggunakan pupuk kimia, Rp 2.900-Rp 3.500.

Dari pantauan Mulyadi dan Rena, terlihat penggunaan kotoran ternak dan pupuk organik membuat tanaman padi tahan pada serangan hama, batangnya kokoh dan tegak, serta kematangan bulir padi lebih sempurna.

Mulyadi dan Rena menunjuk bukti lain, yaitu hasil panenan Maret-April. Produksi padi organik lebih tinggi 1,2 ton dibandingkan dengan produksi musim tanam yang belum organik.

Keberhasilan uji coba itu kini mulai diterapkan petani di sejumlah wilayah subur air dan kurang air di Pulau Lombok, seperti Lombok Barat (Desa Pemenang Barat dan Desa Lingsar), Lombok Tengah (Desa Lantan, Loangmake, Jelantik di samping Dusun Penangsa), serta Lombok Timur (Desa Pengadangan, Wanasaba, Sambelia, dan Sembalun). Areal sawah yang digunakan untuk pertanian organik itu relatif kecil, rata-rata 20 are-50 are. Itu bisa dimaklumi, kata Nyoman Kantun, peneliti dan dosen Fakultas Pertanian Universitas Mataram, karena petani hati-hati dan masih butuh bukti nyata dari pertanian organik.

Artinya, petani harus disiapkan menerima teknologi pertanian ramah lingkungan ini, apalagi ada kecenderungan petani dewasa ini masih setengah hati menekuni usaha taninya, berbeda dengan leluhur mereka yang memang petani tulen.

Kantun yakin, produk pertanian organik mendapat pasar, asalkan kesinambungan produknya terjaga. Termasuk kesinambungan suplai pupuk organik yang masih didatangkan dari luar Nusa Tenggara Barat. Jangan sampai petani yang sudah merasakan manfaatnya terganjal sarana produksi, yaitu tersendat dan mahalnya suplai pupuk organik.

Guna menghindari ketergantungan itu, diupayakanlah produk pupuk organik oleh para petani dan peneliti lokal. Apalagi bahan baku tersedia melimpah di NTB.

Inisiatif sebagaimana ditunjukkan para petani “kreatif”—sebutlah Saparudin, misalnya— lalu menemukan sendiri formula pestisida alami.

Selain bermanfaat bagi kelangsungan usaha tani, penemuan dan kreativitas seperti itu sebenarnya merupakan kegiatan penemuan ulang teknologi lokal, yaitu tradisi bertani yang pernah dilakukan oleh para leluhur.

Oleh: Khaerul Anwar
Sumber: KOMPAS, 19 Oktober 2006
dalam http://pampang.wordpress.com/pertanian-organik-3-habis-teknologi-lokal/

Labels:

2 Comments:

Sejarah pertanian di Indonesia secara intensif telah dimulai kurang lebih semenjak tahun 1969 pada saat dimulainya program intesifikasi massal (INMAS) untuk petani sebagai dampak revolusi hijau di tingkat dunia. Pada saat tahun 1969 para petani mulai diperkenalkan dengan berbagai jenis pupuk buatan yang bersifat kimia disertai dengan obat-obatan pembasmi hama penyakit dan gulma (Pestisida dan Herbisida).
Dari sektor pemumpukan dari penggunaan pupuk kimia atau yang lebih dikenal dengan anorganik disertai dengan paket-paket lainnya yang dikenal dengan nama Panca Usaha Tani mengakibatkan peningkatan produktivitas tanaman yang cukup tinggi dibandingkan kondisi sebelumnya sehingga Indonesia dapat mencapaim swasembada pangan pada tahun 1986 dan mendapat penghargaan dari organisasi pangan dunia di PBB yaitu FAO.
Namun peralihan dalam budaya bertani dari penggunaan pupuk organik (pupuk kandang, kompos, dll) ke penggunaan pupuk kimia dalam jangka waktu yang relatif panjang hingga saat ini telah menimbulkan dampak samping yaitu mengakibatkan tanah-tanah pertanian di Inonesia menjadi semakin keras sehingga menurunkan produktivitasnnya. Hal ini bukan dikarenakan hilangnya tanah lapisan atas (Top Soil) melainkan disebabkan oleh penumpukan sisa atau residu pupuk kumia dalam tanah yang mengakibatkan tanah menjadi sulit terurai. Hal ini disebabkan salah satu sifat bahan kimia adalah relatif sulit terurai atau hancur dibandingkan dengan bahan organik. Jika tanah semakin keras, maka akan mengakibatkan tanaman akan semakin sulit menyerap pupuk/unsur hara tanah dan untuk menghasilkan panen yang sama dengan hasil panen yang sebelumnya diperlukan dosis pupuk lebih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan mengapa dosis pupuk semakin lama semakin tinggi. Selain itu dengan semakin kerasnya tanah, maka proses penyebaran akar dan aerasi (pernafasan) akar akan terganggu yang berakibat pertumbuhan dan kemampuan produksi tanaman akan semakin berkurang. Selain masalah pengerasan tanah akibat penggunaan pupuk kimia masalah yang patut di perhatikan di Indonesia adalah adanya indikasi proses pemiskinan atau pengurangan kandungan 10 jenis unsur hara meliputi sebagian unsur hara makro yaitu Ca, S dan Mg (3 unsur) serta unsur hara mikro yaitu Fe, Na, Zn, Cu, Mn, B dan CL (7 jenis unsur hara). Seperti yang diketahzui sazazt ini (Jornal ilmiazh soil science, 1998) dari sekian banyak unsur yang ada di alam, semua jenis tanaman membutuhkan mutlak (harus tersedia/tidak boleh tidak 13 macam unsur hara untuk keperluan proses pertumbuhan dan perkembangannya sering dikenal dengan nama unsur hara essensial. Unsur hara ini diperlukan dalam jumlah yang berbeda satu sama lain yang secara garis besar dibedakan menjadi unsur hara makro (6 jenis) yang dibutuhkan dalam jumlah lebih besar (unsur N,P,K,Ca,S dan Mg) dan unsur hara mikro (7jenis) yang dibutuhkan lebih sedikit (Unsur Fe,Na,Zn,Mn,B,Cu dan Cl). Walaupun berbeda dalam jumlah kebutuhannya namun dalam fungsi pada tanaman masing-masing unsur sama pentingnya dan tidak bisa mengalahkan atau menggantikan satu sama lainnya. Dalam hal ini masing-masing unsur hara mempunyai fungsi dan peran khusus tersendiri terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga jika terjadi kekurangan satu jenis unsur hara saja akan mengakibatkan tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Jadi ke 13 unsur hara tresebut jika pada manusia ibarat menu makan 4 sehat 5 sempurna yang masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri. Melihat hal tsb maka PT. Pandhu Subur Persada dengan Pupuk Organik Cair Lengkap SUPER POWER merupakan solusi yang terbaik karena Pupuk Organik cair lengkap Super Power mengandung 13 macam unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dan hingga 77 macam unsur lainnya yang tidak terdapat pada pupuk kimia, mengingat pupuk organik Super Power mdiformulasikan dari bahan-bahan dasar alami 100% organik terbaik sehingga aman bagi tanaman, ternak maupun manusia.
Komposisi unsur-unsurnya diramu begitu cermat dan tepat sehingga benar-benar sesuai dengan kebutuhan segala jenis tanaman

October 20, 2009 at 9:40 PM  

terima kasih tambahan infonya yag sangat menambah kedalaman artikel ini

October 22, 2009 at 8:02 PM  

Post a Comment

<< Home